Sunday, November 29, 2009

In A Relationship with Coffee

Nama wanita ini kita sebut saja dengan Coffee. Berperawakan tinggi, berkulit sawo matang, berambut lurus sebahu, pembawaannya tenang serta senang tersenyum, dan bagian dari dirinya yang paling menggairahkan adalah belum terdapat benda berbentuk lingkaran yang memasung jari manisnya. Belum di jari manis tangan kanan, dan belum juga di jari manis tangan kiri.


Perfecto.


Pertama kali saya melihatnya di sebuah dvd store yang berada tepat di depan bakery & coffee shop langganan saya. Pada saat itu saya sedang membeli birthday cake, untuk saya sendiri. All by myself. Oh okey, terima kasih, tepat sekali: I'm a lonely gorgeous single-man.


Hm. Sebagai seorang wartawan, pada saat itu saya sangat yakin nona Coffee adalah seorang wanita yang tidak mahir menyetir kendaraan beroda empat, namun tentu saja ia masuk dalam kategori perempuan yang harus saya perjuangkan.


Mobil yang ia parkir di pinggir trotoar yang berada tepat di seberang jalan tempat saya berdiri ketika itu benar-benar posisi parkir yang membuat gaduh para pengendara yang melintas di jalur antar distrik itu.


Coffee menghentikan city car-nya pada posisi yang tidak strategis. Miring tiga puluh derajat. Memakan badan jalan. Membiarkan roda tidak lurus. Hm, dan satu lagi: di cuaca yang sangat terik siang itu Coffee tidak cukup cerdas untuk menurunkan sedikit kaca mobilnya untuk sirkulasi udara di dalam mobil, dia pasti akan sangat kepanasan ketika memasuki mobilnya nanti.


Tentu perlu waktu yang tidak sedikit untuk memilih film yang terpatri di hati untuk menemani menghabiskan malam akhir pekan ini. Oh yes! Thank you Lord, saya sangat yakin she's available! Akhir pekan.. menyetir sendirian ke dvd store, dan.. sangat manis. Hhh, Coffee adalah gadis yang sangat manis. A very great symptom for me.


Mata ini benar-benar tidak bisa lepas dari pandangan di seberang jalan, sedangkan si bokong belum lepas dari kursi yang disediakan bakery shop ini. "Mas, ini cake-nya mau mau ditulisin selamat ulang tahun apa gimana gitu gak? Apa digambar apa gitu kek?". Byar! Untuk sementara segmen fokus yang satu tadi harus di-replace oleh panggilan waitress yang sudah sangat mengetahui kelakuan saya selama ini ketika membawa wanita-wanita cantik untuk sekedar lunch atau nongkrong di sini. Harus diakui tempat ini sangat jagoan menjadi situs play-around dengan wanita-wanita kurang penting yang hilir mudik saya kencani selama ini. Waitress ini sudah sangat paham bahwa Prince Charming yang satu ini tetaplah pangeran tampan berkuda putih yang mencari belahan hatinya yang mungkin saja berada di semak belukar hutan terlarang. Well, pastinya tidak ada gregetnya apabila romansa sebuah kisah hanya diakhiri dengan sang Pangeran akhirnya didatangi oleh wanita cantik jelita bertubuh espanyola yang hobby mengenakan high heels dua belas centimeter, dan pangeran akhirnya menikah dengan tidak ada rasa deg-degan. Come on, get some adventures dude! "Hah, ngga usah mba. Hm.. dikasih lilin aja deh.", begitulah keputusan akhir yang saya ucapkan. "Berapa?", tanyanya lagi. "Dua lima."


Dua puluh lima tahun dan kehilangan jejak perempuan yang mempesonakan. Benar-benar siang yang tidak menggairahkan untuk melanjutkan petualangan seorang pemuda. Ini semua gara-gara mba pelayanan yang bawel itu, yang sibuk menanyakan berapa banyak lilin untuk diletakkan di atas birthday cake. Pasti dia juga sengaja meminta saya untuk mencarikan lilin yang sudah saya request dengan mengobok-obok laci kecil berwarna hijau itu, hah bodoh.
Oh Coffee, mulai saat ini wanita itu akan menjadi pencarian terbesar yang harus diselesaikan sebelum tahun ini selesai. Bersemangat untuk berpetualang.
* * *

Hari ini saya sudah memasukkan jalan-jalan siang bersama Chamelia pada organizer ponsel saya. Seorang model cantik yang saya temukan ketika saya liputan di club Antoniette. Masih terasa kecupan bibirnya di pipi kanan dan kiri saya sebelum ia masuk ke dalam mobil, dan sampai sekarang-pun semilir aroma parfume-nya masih bersemayam dalam kendaraan jagoan ini. "Aku mau melihat-lihat dvd, antarkan aku ke toko kaset di perempatan toko merah itu ya..", begitulah pintanya padaku dua belas menit yang lalu. Sekarang aku sedang mengimbangi maping mind untuk mengarahkan perjalanan ini sambil mencoba menghabiskan rokok terakhirku siang ini bersama Chamelia.


Dan Tuhan memang tidak pernah mencoba umat melebihi kemampuannya.


"Hi!" Wanita berlesung pipit ini hanya melihatku seperti sebuah scanner. Menyeluruh dan mendalam. Oh great, ternyata HI -ku bertepuk sebelah tangan.
"Dave Koz?", pantang mundur memang persamaan dari maju tak gentar.
"Iya. Buat pacar saya. Lagi sakit. Buat nemenin."
Ibarat sedang men-download film dari situs ilegal, usaha ini completely failed. Secara implisit wanita pujaanku ini mengatakan: Stop. Saya sudah punya pacar. Saya sayang pacar saya. Tidak ingin berkenalan. Stop.
"Oh ya? Sakit apa?", wow, ibu pasti sangat bangga dengan kegigihan anak lelaki satu-satunya ini.
"Cacar."Hahahaha.. Wanitaku ini sangat cerdas sekali. Satu hal yang saya kagumi selanjutnya adalah kejujurannya. Cerdas dan jujur.
Coffee sangat spontan ketika meminta saya menjauhinya, dan oh men... memangnya masih ada perempuan yang tidak malu mengakui pacarnya sedang kena cacar pada seseorang yang sama sekali tidak ia kenal?!
Beruntungnya saya..


"Mas?" Saya hanya tersenyum manis padanya ketika ia memanggilku seperti ini. Aaaah, surga dunia. "Ya?", jawabku pelan. "Itu. Sudah ditungguin pacar mas dari tadi." Coffee hanya menahan tawa melihat saya yang totally freezing,
dan untuk kedua kalinya ia berlalu begitu saja dari penglihatanku.


Damn.


* * * * * * *


"Hihihi.. Habisan kamunya.. Deketin aku kaya om om ngajak kenalan gitu.. Hahahaha.."
Tawanya lepas. Kedua bola mata indahnya sementara menghilang ketika derai derai tawanya menghiasi sore di Desember ini. "Terus inget ga sayang.. Besoknya kita ketemu lagi di bioskop tua deket jembatan itu kan.." Ia masih saja terus tertawa dengan matanya yang semakin menyipit ketika bercanda. Ya Coffee, tahukah doa yang saya ukir ketika datang hari ketiga bertemu denganmu, "Tuhan, semoga pacarnya juga kena demam berdarah dan cacarnya tambah parah sehingga wanita ini kesepian dan menghampiriku.. Amin.." Tetapi tentu saja Coffee tidak boleh tahu doa resah gelisah saya pada saat itu.
"Kamu hebat", ucapnya sambil tiba-tiba melingkarkan tangannya di bahuku. "Dua tahun ya sayang kamu nungguin aku..", ucapnya manja.
"Kamu lebih hebat..", balasku sambil memindahkan kedua tangannya yang melingkar ke dalam genggaman tangan saya yang besar ini.
Coffee hanya terdiam dan saya-pun tidak ingin melanjutkan satu patah kata-pun. Ah sayang, kamu tidak tahu saja, banyak sekali wanita yang mengejar hidup ini ketika saya terus mengagumimu.
* * *


Nama wanita ini kita sebut saja dengan Coffee. Berperawakan tinggi, berkulit sawo matang, berambut lurus sebahu, pembawaannya tenang serta senang tersenyum, dan bagian dari dirinya yang paling menggairahkan adalah ia sudah bersedia merelakan salah satu jari manisnya untuk memasung sebuah lingkaran yang bertuliskan nama lelaki terbaiknya. Ia-pun terus bertanya mengapa saya tetap memanggilnya Coffee. Saya sudah memutuskan tidak akan berbagi dengannya untuk yang satu ini.


She has the taste and the colour, inside and outside.


Perfecto.


Even tomorrow Coffee will ask me again about this ;)





dedicated for my bestfriend yang sedang kejar-kejaran nyari calon istri :p chayo!